JAKARTA, JAPOS.CO – Rencan Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta oleh Gubernur Anies Baswedan Senin Tgl 14 September 2020 menuai Pro-Kontra dikalangan masyarakat, mengingat Indonesia saat ini mengalami resesi ekonomi.
Menanggapi hali itu, Ketua Umum Relawan Pasukan Tetap Jokowi (Pak Tejo) Tigor Doris Sitorus memprotes langkah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kembali sebagai langkah rem darurat terkait penanggulangan pandemi virus corona (Covid-19).
“Pak Anies, PSBB total bukan solusi cerdas. Keputusan itu justru berpotensi memunculkan klaster baru kemiskinan. Karena kita sedang di ambang resesi ekonomi,” kata Tigor saat berbincang dengan wartawan JAPOS.CO, Kamis (10/9/2020).
Menurut Tigor, penarikan rem darurat merupakan langkah mundur, karena rakyat Jakarta sudah pernah melewatinya selama empat bulan.
Kata Tigor, yang terpenting sekarang adalah Pemprov DKI Jakarta menggalakkan sosialisasi, karena dapat efektif untuk meningkatkan pemahaman di masyarakat dalam mengantisipasi penularan wabah corona atau Covid-19.
“Sosialisasi harus melibatkan seluruh perangkat yang ada, mulai dari RT/RW hingga Dinas Kesehatan,” saran Tigor.
Dengan kegiatan ini, Tigor berharap masyarakat dapat mengantisipasi dan memproteksi diri dari serangan wabah corona.
“Jangan sampai masyarakat tidak tahu apa yang harus dilakukan, sehingga timbul kepanikan yang berlebihan,” ungkap Tigor.
“PSBB total merusak sendi-sendi pergerakan ekonomi rakyat stagnan, ini tidak baik bagi perekonomian nasional secara umum,” sambungnya.
Tigor menambahkan, sosialisasi yang gencar juga akan menggugah kesadaran masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat dan mengubah interaksi dengan masyarakat, yaitu disiplin menjalankan social distancing.
“Negara lain sudah new normal, Jakarta kok malah kembali PSBB total,” sindir Tigor.
Tigor juga menegaskan bahwa PSBB total tak perlu dilakukan. Karena case fatality rate atau tingkat kematian akibat Covid-19 di Indonesia terus turun.
Saat ini tingkat kematian berada di angka 4,1 persen, sebelumnya 7-8 persen.
“Tentu tingkat kematian di Jakarta lebih rendah dari angka nasional karena memiliki fasilitas rumah sakit yang lebih baik,” tutup Tigor.
Diketahui, dalam beberapa hari terakhir, jumlah kasus positif Covid-19 mencatatkan rekor penambahan tertinggi.
Bahkan, Jakarta kembali menjadi provinsi yang memiliki jumlah kumulatif kasus positif Covid-19 terbanyak dengan 48.393 orang.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 36.383 orang dinyatakan sembuh dan 1.317 orang meninggal dunia.
Sampai kemarin Selasa (8/9), Jakarta memiliki kasus aktif atau pasien positif Covid-19 yang dirawat dan isolasi sebanyak 11.030 orang.
Sementara itu jumlah orang yang dites dengan metode PCR dalam satu pekan terakhir sebanyak 55.424 orang atau telah berada di atas target WHO untuk Jakarta minimun melakukan tes 10.645 orang per pekan.
Sedangkan persentase kasus positif Covid-19 dalam sepekan terakhir sebesar 13,2 persen. Kasus positif Covid-19 di Ibu Kota mayoritas berasal dari klaster perkantoran.
Hal ini tak terlepas dengan kebijakan pelonggaran aktivitas masyarakat yang diambil Anies dalam PSBB transisi fase satu. Peningkatan kasus positif juga tak terlepas dari jumlah tes yang telah dilakukan Pemprov DKI. Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah tes Covid-19 terbanyak dibandingkan provinsi lain.
Selain kasus positif yang terus melonjak, DKI kini mulai kekurangan lahan khusus pemakaman pasien Covid-19. TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur yang ditetapkan menjadi pemakaman khusus Covid-19 hanya menyisakan sekitar 1.100 lubang.
Saat ini, Pemprov DKI tengah menambah luas lahan untuk pemakaman jenazah dengan protokol Covid-19 di TPU Pondok Ranggon dan Tegal Alur, Jakarta Barat.(RED)