Diduga saat perpanjang HGB ITC Roxi Mas No 218/Cideng pada tahun 2004 ada keterlibatan oknum BPN, sehingga perpanjangan HGB tersebut kembali ke atas nama PT Duta Pertiwi yang seharusnya dibalik nama ke atas nama Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Campuran (PPRSC).
JAKARTA, JAYA POS – Sudah 17 tahun Aguswandi Tanjung dan kawan-kawan sebagai penghuni rumah susun campuran ITC Roxy Mas memperjuangkan haknya agar HGB ITC Roxy Mas No 218/ Cideng dikembalikan ke nama Per himpunan Penghuni Rumah Susun Campuran (PPRSC).
Perjuangan itu ternyata tidak sia-sia, tampaknya mulai ada titik terang terkait HGB ITC Roxy No 218/Cideng akan balik nama ke atas nama PPRSC.
Tentu hal itu tidak terlepas dari derasnya desakan Presiden Joko Widodo agar mafia pertanahan diberantas habis sampai ke akar-akarnya. Dampaknya membuat ratusan oknum BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang terlibat bekerjasma dengan mafia tanah, diberikan sanksi tidak kenaikan pangkat, dimutasi ke daerah bahkan dipecat.
Belakangan ini, BPN sudah dua kali menyurati Aguswandi Tanjung terkait tuntutannya. Surat yang diterima Aguswandi yang pertama Surat No HP 01.05/1349-31/ VI/202 tertanggal 29 Juni 2020 yang isinya meralat keputusan yang sebelumnya. Dimana keputusan sebelumnya saat HGB ITC Roxi Mas No 218/Cideng pada tahun 2004 diperpanjang, tetap atas nama PT Duta Pertiwi, sehingga ada ralat dari BPN dikembalikan ke atas nama PPRSC.
Surat yang kedua, No HP 03.03/3144-31.71/X/2021 tertanggal 11 Oktober 2021 yang isinya harus melalui ganti nama ke atas PPRSC.
Menanggapi surat yang diterima Aguswandi Tanjung, menurutnya isi surat tersebut sudah berlawanan dengan putusan hukum. Dimana saat Aguswandi Tanjung dan 14 penghuni ITC Roxi Mas pada tahun 2005 membuat laporan pengaduan ke instansi BPN RI sekagus melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Pegadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dan bahkan Mahkamah Agung (MA), keputusan hukum selalu memenangkan PT Duta Pertiwi.
“Kami meyakini bahwa perpanjangan sertifikat HGU No 218/Cideng yang tetap ke atas nama PT Duta Pertiwi, merupakan tindakan distorsi atau kekuatan mafia tanah ada di belakangnya,” ujarnya.
Untuk itu dirinya berharap, di era kepemimpinan Presiden Jokowi dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh penghuni rumah susun, sehingga oknum BPN yang selalu bekerjasama dengan pengembang nakal tidak akan terjadi lagi.
“Walaupun mafia peradilan dan oknum BPN bekerjasama dengan pihak Developer PT Duta Pertiwi untuk menjolomi hak-hak penghuni, kami meyakini Tuhan tidak tidur. Kami hanya menuntut agar kami mempunyai hak atas tanah bersama dalam sertifikat yang kami beli dari PT Duta Pertiwi. Jika sertifikat itu dikembalikan ke atas nama PT Duta Pertiwi, jelas kami hanya memiliki bangunan saja, tidak memiliki tanahnya,” beber Aguswandi.
Dalam UU Rusun No 16 tahun 1985 dan UU Rusun No 20 Tahun 2011 yang telah diperbaharui, jelas diterangkan pada Bab 1 Pasal 4, bahwa tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan.
“Dimana bangunan yang saya beli merupakan satu-kesatuan dengan tanah sebagai landasan untuk membangun rumah susun tersebut. Namun ketentuan itu telah dilanggar oleh pengembang yang bermain mata dengan oknum BPN ketika memperpanjang HGU No 218/Cideng agar tetap ke atas nama PT Duta Pertiwi, sehingga jika terjadi kebakaran gedung, kami tidak mempunyai hak lagi dalam tanah tersebut, karena tanah itu milik PT Duta Pertiwi,” papar Aguswandi.
Dari data yang dimiliki redaksi, Aguswandi Tanjung sosok yang tidak gentar menghadapi pengembang besar untuk menuntut keadilan, walupun keluarga dan nyawanya terancam oleh teror yang selalu menghantuinya, ia tetap bersemangat memperjuangkan hak-hak pemilik rumah susun di IT Roxy Mas.
Untuk memperjuangkan hak-hak penghuni ITC Roxi Mas, ia bahkan selalu mendatangi dan menyurati Ombusman, DPR RI dan instansi terkait lainnya sehingga membuat pihak PT Duta Pertiwi gerah.
Karena sikapnya yang selalu kritis, membuat Aguswandi Tanjung pernah dijadikan TO (Target Operasi) oleh Polisi atas laporan PT Duta Pertiwi. Bahkan pada tanggal 8 September 2009 sekira pukul 11.00 malam hari, dia pun ditangkap polisi di kediamannya apetermen Roxi Mas dengan tuduhan mencuri (arus) listrik karena ngecas Hp di areal apartemennya.
Ganti Menteri BPN
Direktur Eksekutif GACD (Government Against Corruption & Discrimination) Andar Situmorang SH MH menilai, kinerja Menteri Tata Ruang/ BPN Sofian Djalil gagal dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan keinginan Presiden Jokowi dalam memberantas mafia tanah.
Tidak ada gebrakan Menteri dalam memberantas mafia tanah, dan jika adapun yang diselesaikan itu menyangkut orang-orang tertentu saja.
“Terjadinya mafia tanah tentu karena adanya keterlibatan oknum BPN. Kerjasama ini membuat dana mengalir ke pejabat tingkat atas sampai bawah. Dampaknya pun membuat hak-hak orang lain dihilangkan tanpa diketahui oleh pemilik yang sah,” sebut Andar dengan nada keras.
Hal yang sama dengan rumah susun, pengembang ‘hitam’ tidak mau rugi melepaskan haknya begitu saja kepada yang telah membeli satuan rumah susun. Berbagai cara ditempuh walaupun dengan mengeluarkan uang besar.
“Lihat saja itu, pegawai BPN dari tingkat bawah sampai atas, memiliki mobil dan rumah mewah walaupun sebagian kecil ada yang bekerja dengan jujur,“ bebernya.
Undang-Undang (UU) Rusun sudah jelas menerangkan tentang tanah bersama, namun oknum BPN melabarak semua aturan demi keinginan pengembang ‘hitam.’
Andar berharap, pada reshuffle tidak lama ini, berharap salah satu yang diganti adalah Menteri Tata Ruang/ BPN Sofian Djalil. “Saya berharap Menteri Tata Ruang/ BPN Sofian Djalil diganti dalam reshuffle tidak lama ini, dan penggatinya seorang yang mengerti tentang pertanahan, sehingga harapan Presiden Jokowi dapat terwujud untuk memberantas mafia tanah. Dan semua pejabat yang terlibat bekerjasama dengan mafia tanah harus dipecat dan diberikan sanksi hukum,” tegasnya sembari mengatakan bahwa tanahnya seluas 5.260 M2 di daerah Duren Sawit Jakarta Timur juga dimafiakan. (A1)