Scroll untuk baca artikel
Nasional

Fasilitasi Pihak Ke-3 Kutip Uang Di Sekolah ?, KCD VII Dilaporkan Ke Saber Pungli

157
×

Fasilitasi Pihak Ke-3 Kutip Uang Di Sekolah ?, KCD VII Dilaporkan Ke Saber Pungli

Sebarkan artikel ini

BANDUNG, JAYA POS -Alih-alih bisa untuk membantu pihak sekolah, berbagai cara menjadikan sekolah sebagai objek pengutipan untuk memperkaya diri dilakukan oknum Dinas Pendidikan Jabar. Hal inilah diduga dilakukan oleh oknum Kepala Kantor Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Firman Oktora. Lebih menyedihkan adanya oknum partai politik tertentu diduga terlibat dalam persekongkolan ini.

Sumber JAYA POS mengatakan modus operandi yang dilakukan adalah Kantor Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Wilayah VII diduga mengundang dan merestui pihak ketiga untuk masuk ke sekolah-sekolah SMA Negeri/ SMK Negeri/ SLB Negeri melaksanakan program Asesmen Kinerja Unggul Integratif Sekolah Indonesia (AKUISI) berbasis kerangka kerja Baldrige Criteria di Satuan Pendidikan.

Tentu saja no free lunch alias tidak ada “makan siang” yang gratis.

“AKUISI adalah cara sekelompok orang untuk bisa mengais uang dari sekolah dibungkus program seolah ilmiah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Padahal tujuannya untuk mengutip uang dari sekolah. Orang tua peserta didik melalui Komite Sekolah mengeluhkan karena ada perintah pak Eman Sulaeman dari KCD untuk kegiatan ini dimasukkan ke RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah – red.). Biaya yang ditetapkan Rp. 6 juta untuk setiap sekolah. Jadi bila ada 57 sekolah Lembaga Swasta penyelenggara bisa meraup uang dari masyarakat melalui Komite Sekolah sebesar Rp. 342 juta.  KCD VII dijadikan proyek pertama, dan SMAN 9 Bandung adalah sekolah pertama mengikuti kegiatan itu. Nanti semua KCD se Jawa Barat akan diperintahkan juga”, keluh sumber tersebut.

Dilanjutkan sumber yang minta namanya untuk tidak ditulis itu, sebagian uang itu mengalir keatas karena ada perintah dari atas untuk memfasilitasi kegiatan ini. “Ini modus canggih pak untuk mengakali uang dari peserta didik. Sekolah itu masih kekurangan biaya tapi selalu jadi ajang pemerasan. Lebih membuat kita sedih adanya oknum partai tertentu terlibat. Ini jelas dilarang dan ada aturannya di Pergub Jabar No. 97/2022 tentang Komite Sekolah, karena sebagai Ketua Forum Komite Sekolah pengurus salah satu partai politik. Walau itu forum tapi jelas mengarahkannya kesetiap Komite Sekolah. Forum inilah yang akan berperan melakukan arahan se Jawa Barat”, katanya.

Dilanjutkan sumber tersebut, bahwa kegiatan ini sangat sistematis mencari celah ekonominya. “Mereka bergerak canggih sekali dengan tidak ada satu suratpun dari pejabat Disdik tapi itu semua difasilitasi dan atas perintah lisan pejabat-pejabat Disdik Jabar yang ingin cepat kaya. Pertemuan Forum Komite dengan PANDU dan para Kepala Sekolah difasilitasi oleh Kepala KCD VII dengan mempersilakan menggunakan kantor KCD VII. Saya yakin pihak penegak hukum bisa melakukan penyelidikan karena tidak mungkin tidak ada gratifikasinya, idikasinya kuat sekali. Uang miliaran rupiah bisa diraup dari masyarakat melalui komite sekolah. Ini sangat membebani satuan pendidikan. Tidak mungkin tidak ada Dana Aliran Keatas (DAK – red)”, papar sumber itu lagi dengan nada bercanda.

Sementara, pada Rabu (14/2) sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bidang pendidikan menyambangi Saber Pungli (Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar) Jawa Barat untuk melaporkan berbagai tindakan korupsi di lingkungan pendidikan di Jawa Barat. Beberapa LSM tersebut diantaranya Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) yang melaporkan adanya pemangkasan Biaya Operasional Pendidikan Daerah (BOPD) Jabar karena sebagian dialihkan untuk membangun masjid, alun-alun dan penataan situ. Menurut FMPP, akibat dialihkannya sebagian pos anggaran untuk memenuhi janji politik gubernur Ridwan Kamil, guru honorer mengeluhkannya.

“Akibat pemangkasan BOPD berdampak terhadap keuangan sekolah. Kemungkinan terburuknya DSP/SPP diberlakukan kembali. Otomatis berbagai pungutan akan marak lagi. Hal ini akan semakin rumit dan bisa berdampak orang tua peserta didik tidak mampu melunasi tunggakannya dan akan marak pihak sekolah akan menahan ijazah siswa yang belum melunasi tunggakan”,  tandas Ketua FMPP, Illa Setyawati  melalui keterangan pers yang diterima JAYA POS (14/2).

Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan Untuk Reformasi (GEMPPUR), Iwan Hermawan melaporkan adanya indikasi rekayasa penerimaan siswa baru di salah satu sekolah di Bandung dengan mengurangi jumlah PPDB online, kenyataannya menambah 4 kelas yang jumlahnya diatas 100 siswa.

“Ada indikasi penerimaan secara offline ini menerima uang penyuapan. Untuk itu GEMPPUR minta agar Inspektorat Provinsi Jabar mengaudit sekolah-sekolah yang kita laporkan. Saber pungli juga bisa melakukan penyelidikan dan menindaklanjutinya secara pidana. Bila terbukti ada perbuatan melawan hukum bisa dijerat secara pidana dan Kepala Sekolahnya atau guru yang terlibat dicabut sertifikat mengajarnya”, ujar Iwan yang juga mantan Wakil Kepala SMAN 9 Bandung ini kepada JAYA POS (17/2), melalui telepon seluler.

Koordinator Gerakan Pemantau Kebijakan Pendidikan (GPKP), Agus Setiamulyadi menduga ada indikasi kuat kolusi antara KCD VII, Forum Komite Sekolah dan MKKS Kota Bandung untuk melaksanakan sebuah kegiatan yang dilaksanakan dengan PANDI berbentuk kegiatan AKUISI dan mengutip uang tadinya Rp.9 juta menjadi  Rp.6 juta untuk setiap sekolah.

Sedang Koordinator Koalisi Pemantau Pendidikan Jawa Barat (KPPJB), Erwin Permadi menyoal keberadaan Forum Komite Sekolah. KPPJB yang menilai Forum Komite Sekolah tidak jelas keberadaannya bahkan bukan memberikan bantuan kepada sekolah tapi justru membebani kepada satuan pendidikan yaitu Sekolah.

Menanggapi surat konfirmasi JAYA POS, pihak KCD VII meyatakan bahwa pihaknya tidak mengeluarkan rekomendasi berkenaan dengan kegiatan Asesmen Kinerja Unggulan Berbasis Integratif Sekolah Indonesia (AKUISI) berbasis kerangka kerja Baldrige Criteria di satuan pendidikan. Surat bernomor 1085/HM.01-Cadisdikwil.VII tertanggal 15 Februari 2023  dan ditandatangani oleh Koordinator Humas, Heri Mulyanto itu juga mengatakan bahwa pihak KCD Wilayah VII tidak mewajibkan keikutsertaan 57 sekolah untuk mengikuti kegiatan tersebut. KCD wilayah VII juga mengaku tidak ada MoU dengan pihak ketiga dimaksud. Pihak KCD Wilayah VII tidak menjawab pertanyaan JAYA POS bahwa diduga kuat program ini atas perintah dari atasannya dan adanya uang yang mengalir keatas.@lf

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *