SOLOK SELATAN, JAYA POS – Pasar tradisional tidak hanya menjadi pusat aktivitas ekonomi masyarakat, tetapi juga merupakan simbol budaya dan identitas masyarakat nagari. Di Kabupaten Solok Selatan, keberadaan pasar-pasar ini memegang peran penting sebagai tempat berkumpul, berinteraksi sosial, dan mempererat hubungan antarwarga.
Untuk memperjelas status dan pengelolaan pasar di daerah tersebut, Jaya Pos mendatangi Kantor Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Koperindag) Solok Selatan pada Rabu, 16 Juli 2025. Kepala Dinas Koperindag, Akmal, SH, dalam wawancaranya menyampaikan bahwa dua pasar besar, yakni Pasar Muaralabuh dan Pasar Padang Aro, saat ini merupakan aset resmi Pemerintah Kabupaten Solok Selatan.
“Pasar Muaralabuh yang terletak di Kecamatan Sungai Pagu memiliki luas sekitar 5 hektar, sementara Pasar Padang Aro berada di pusat ibukota kabupaten dan telah bersertifikat hak kelola. Keduanya merupakan aset Pemkab,” jelas Akmal.
Pengelolaan di Bawah UPT Pasar
Menurut Akmal, kedua pasar besar tersebut dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar di bawah Dinas Koperindag. Para petugas UPT ditunjuk melalui SK dinas dan terdiri dari pegawai PPPK maupun tenaga honor. UPT juga bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam melakukan pengawasan terhadap aktivitas di pasar.
“Pengelolaan dilakukan secara retribusi dan diawasi ketat untuk memastikan pasar tetap aman, bersih, dan layak bagi pedagang maupun masyarakat,” tambahnya.
28 Pasar Nagari, Dikelola Langsung oleh Nagari
Selain dua pasar utama tersebut, terdapat pula 28 pasar nagari (desa) yang tersebar di seluruh Solok Selatan. Akmal menyebutkan bahwa sejak 2018, pengelolaan pasar-pasar ini telah dilimpahkan kepada pemerintah nagari masing-masing melalui SK Pemda, dengan tujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Nagari (PAN).
“Meskipun pengelolaan dipegang nagari, pengawasan tetap berada di bawah pemerintah kabupaten untuk menjamin keberlangsungan dan keteraturan pasar,” terang Kadis.
Kategori Pedagang dan Tarif Retribusi
Akmal juga menjelaskan bahwa dalam sistem retribusi, para pedagang dibagi ke dalam tiga kategori, yakni:
-
Pedagang Kios
Memiliki tempat tetap dengan tiang, dinding, pintu, dan atap. Mereka dikenakan tarif retribusi sebesar Rp10.000 per meter untuk setiap hari pasar. Rata-rata pemasukan dari kios ini mencapai Rp1.040.000 per tahun. Untuk kios kecil, tarifnya sekitar Rp720.000 per tahun. -
Pedagang Los
Pedagang yang berjualan di area terbuka namun masih memiliki tempat tetap. Dikenakan tarif Rp1.000 per meter. -
Pedagang Blatatan
Biasanya pedagang sayur atau hasil tani yang berjualan musiman atau sewaktu-waktu. Dikenakan tarif ringan sebesar Rp800 per meter per hari.
“Setiap pedagang juga wajib melaporkan aktivitas usahanya secara tahunan sebelum diperpanjang untuk tahun berikutnya,” ujar Akmal.
Terakhir, Akmal menegaskan pentingnya sinergi antara UPT Pasar, BPOM, dan Badan Pengawas Pasar dalam memastikan tidak ada penyimpangan atau praktik merugikan yang terjadi di pasar.
“Kami ingin menciptakan suasana pasar yang aman, nyaman, dan produktif bagi seluruh lapisan masyarakat. Khususnya di Pasar Muaralabuh dan Padang Aro yang menjadi pusat aktivitas ekonomi utama di Solok Selatan,” pungkas Akmal. (EA)












