SOLOK SELATAN, JAYA POS – Gedung Pos Pelayanan Terpadu (POSTU) yang dibangun pada tahun 2022 dengan dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar Rp400 juta dari PT Supreme Energy Muara Laboh (SEML), hingga kini belum bisa difungsikan. Bangunan yang terletak di Nagari Persiapan Pauah Duo Pekonina, Kecamatan Pauah Duo, Kabupaten Solok Selatan tersebut diduga dihambat operasionalnya oleh Zainal, mantan Wali Nagari Alam Pauah Duo.
Informasi yang dihimpun Jaya Pos dari warga setempat menyebutkan bahwa Zainal mengklaim lahan bangunan POSTU adalah miliknya secara pribadi dan menuntut pelunasan dana sebesar Rp60 juta sebagai ganti rugi. Namun hingga kini, baru terkumpul Rp14 juta dari hasil iuran warga yang berjumlah sekitar 350 Kepala Keluarga (KK). Akibatnya, Zainal belum mengizinkan gedung tersebut difungsikan.
“Zainal meminta sisanya dilunasi terlebih dahulu, padahal sejak awal perusahaan sudah menyiapkan lahan gratis untuk pembangunan POSTU,” ungkap salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Jaya Pos mencoba mengonfirmasi hal ini dengan Kepala Jorong Kampung Baru, Ali. Ia mengatakan bahwa pembangunan gedung tersebut dilakukan sebelum dirinya menjabat. “Coba hubungi Jorong sebelumnya, Pak Isnan. Rumahnya dekat simpang tiga Supreme,” sarannya kepada Jaya Pos.
Setelah berhasil menghubungi Isnan, mantan Kepala Jorong Kampung Baru, ia membenarkan bahwa sebelumnya pihak PT SEML telah menawarkan dua lokasi lahan gratis untuk pembangunan POSTU—yakni di lapangan dan di dekat pasar sore. Namun, tiba-tiba Zainal sebagai Wali Nagari saat itu memanggil warga untuk rapat dan mengusulkan lokasi pembangunan di tanah miliknya.
“Perusahaan sudah siap membangun di lahan gratis, tapi entah mengapa malah dipindahkan ke tanah milik pribadi. Masyarakat banyak yang tidak setuju dan enggan membayar iuran ganti rugi tanah,” jelas Isnan.
Sementara itu, melalui pesan WhatsApp, Humas PT SEML Roza juga membenarkan bahwa pihak perusahaan awalnya menyediakan lahan tanpa biaya.
Jaya Pos kemudian mendatangi langsung kediaman Zainal di Pekonina. Dalam pernyataannya, Zainal mengaku bahwa lahan tersebut memang miliknya dan telah ditawarkan dengan harga murah, yaitu Rp60 juta—setengah dari harga pasar. “Saya sudah terima Rp14 juta, masih ada sisa Rp46 juta yang belum dibayar. Makanya saya belum izinkan digunakan,” kata Zainal.
Salah satu tokoh masyarakat menilai, tindakan Zainal ini sebagai bentuk “aji mumpung”. Ia menduga Zainal memaksakan agar bangunan POSTU dibangun di lahannya agar bisa mendapatkan keuntungan pribadi.
“Tim pengumpul iuran sudah kelelahan. Warga yang diajak rapat pun ogah memberikan iuran, apalagi mayoritas berprofesi sebagai petani dan ekonominya sulit. Padahal dari awal perusahaan sudah sediakan lahan gratis, tapi malah dipindahkan dan sekarang jadi beban masyarakat,” keluhnya.
Tokoh pemekaran Kabupaten Solok Selatan, Irwandi SB, menyesalkan situasi ini. Ia menilai perlu ada campur tangan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Karena ini menyangkut pelayanan publik yang menyentuh masyarakat luas, termasuk warga perantau dan pendatang baru dari berbagai daerah, seperti Alahan Panjang dan Solok. Sudah sepatutnya aparat hukum turun tangan agar POSTU bisa difungsikan sesuai peruntukannya,” tegas Irwandi.
Hingga berita ini diturunkan, bangunan POSTU senilai Rp400 juta tersebut masih belum dapat digunakan dan masyarakat tetap terbebani polemik lahan yang seharusnya tidak terjadi.
(EA)












