SAMOSIR, JAYA POS — Masyarakat Kenegerian Ambarita, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, terus memperjuangkan hak dan keadilan atas dugaan perusakan hutan adat mereka yang diduga dilakukan oleh Koperasi Parna Jaya Sejahtera, yang dipimpin oleh Krisman Siallagan (Dalle) dan Jumanti Sidabutar.
Masyarakat menilai aktivitas koperasi tersebut telah melampaui batas izin pengelolaan hutan yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Warga menuduh pihak koperasi melakukan eksploitasi berlebihan dan perambahan hutan yang berpotensi menimbulkan bencana ekologis di wilayah Ambarita.
“Kami tidak menolak pengelolaan hutan, tapi kami menolak keserakahan. Hutan ini adalah warisan dan sumber kehidupan kami. Apa yang mereka lakukan sudah di luar batas izin,” tegas salah satu perwakilan warga Ambarita.
Langkah-Langkah Perjuangan Warga
- Warga Kenegerian Ambarita telah melakukan berbagai upaya untuk menuntut keadilan dan menghentikan aktivitas perusakan hutan tersebut:
- Unjuk Rasa di Kantor DPRD Samosir (30 September 2025)
- Warga mendesak DPRD agar memfasilitasi penyelesaian masalah dan menindak pelaku perusakan hutan.
- Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Samosir (2 Oktober 2025)
Hasil RDP merekomendasikan penghentian sementara aktivitas Koperasi Parna Jaya Sejahtera di Hutan Kenegerian Ambarita. Namun, warga mengaku hingga kini masih menemukan kegiatan eksploitasi di lapangan.
Investigasi Lapangan (22 Oktober 2025)
Sekitar 20 warga melakukan pengecekan langsung ke lokasi hutan dan menemukan 50 karung getah pinus serta sejumlah peralatan kerja yang kemudian diserahkan ke Polsek Simanindo sebagai barang bukti.
Dugaan Kriminalisasi terhadap Warga (15–24 Oktober 2025)
Warga menilai adanya upaya pembungkaman melalui tuduhan pencurian terhadap salah satu warga, Jannus Ambarita (A. Vebri). Warga pun melakukan pendampingan hukum dalam proses pemeriksaan di kepolisian.
Monitoring Kedua (26 Oktober 2025)
Tim kecil masyarakat kembali menemukan 80 karung getah pinus siap angkut serta dua sepeda motor yang diduga digunakan untuk kegiatan operasional koperasi. Warga juga menyayangkan adanya laporan balik dari pihak koperasi yang menuduh masyarakat sebagai pelaku “penjarahan dan intimidasi”.
Masyarakat Ambarita menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan sekadar persoalan lokal, melainkan menyangkut keberlanjutan lingkungan dan hak masyarakat adat. Mereka juga tengah menyiapkan petisi dukungan warga untuk disampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sebagai bukti bahwa masyarakat satu suara dalam menolak perusakan hutan.
“Ini rumah kita, kampung kita, dan warisan kita. Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan dan hutan kita kembali aman,” ujar salah satu tokoh masyarakat dalam pertemuan warga.
Tuntutan Masyarakat, Warga mendesak:
- Penegakan hukum tegas terhadap pihak-pihak yang merusak hutan.
- Pengawasan lebih ketat terhadap izin pengelolaan hutan oleh pemerintah.
- Perlindungan hukum bagi warga yang memperjuangkan hak lingkungan mereka.
- Masyarakat berharap pihak berwenang, termasuk aparat penegak hukum dan Kementerian LHK, turun langsung menindaklanjuti temuan lapangan dan menghentikan praktik perusakan yang masih terjadi. (BS)












