DHARMASRAYA, JAYA POS – Jeritan kelompok tani di Dharmasraya menggema lantang setelah mencuat dugaan pemotongan Dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD sebesar Rp 40 juta per paket proyek. Skandal ini tidak hanya menyeret aktor politik, tetapi juga melibatkan oknum wartawan yang diduga terlibat dalam praktik gratifikasi dan nepotisme, memunculkan krisis kepercayaan terhadap pengelolaan anggaran publik di Dharmasraya.
Modus Pemotongan Dana dan Imbas pada Proyek
Berdasarkan laporan dari sumber terpercaya, pemotongan dana dilakukan secara sistematis, dengan melibatkan pihak-pihak terafiliasi politik tertentu. Dari total anggaran Rp 195 juta per paket proyek dengan cara menyeluruh dari jumlah ratusan paket proyek berkisar Rp 40 juta diduga dipangkas untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
“Pemotongan ini jelas melanggar prosedur dan berdampak langsung pada kualitas proyek. Masyarakat yang menjadi korban akhirnya hanya menerima sisa anggaran yang jauh dari cukup,” ungkap sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Seorang ketua kelompok tani mengungkapkan, dari dana awal pencairan sebesar Rp 83 juta, Rp 40 juta langsung dipotong tanpa alasan jelas. “Kami dikebut untuk selesaikan fisik 50 persen pekerjaan dengan anggaran Rp. 43 juta mesti diselesaikan, tidak mengurangi volume, kualitas yang jauh dari standar teknis,” keluhnya.
Oknum Wartawan di Pusaran Skandal
Lebih mencengangkan, seorang oknum wartawan dilaporkan menjadi penghubung dalam skema ini. Dengan dalih liputan, oknum tersebut diduga menerima gratifikasi dan menggunakan pengaruhnya untuk mengamankan proyek dari pengawasan ketat.
“Oknum ini diduga berperan sebagai pengaman bagi pihak-pihak tertentu. Tindakan ini mencoreng nama baik profesi jurnalis yang seharusnya menjadi pengawas independen,” ujar seorang aktivis lokal.
Dampak Kerusakan dan Praktik Nepotisme
Tidak hanya merugikan kelompok tani, pemotongan dana ini juga menyebabkan kerusakan pada proyek infrastruktur yang baru selesai dibangun. Ketua kelompok tani menyebutkan, “Bangunan cepat rusak, tapi kami tidak punya cukup dana untuk memperbaikinya. Bahkan, beberapa proyek masih menyisakan hutang material.”
Skema ini juga diduga melibatkan praktik nepotisme, dengan sejumlah proyek dikerjakan oleh pihak-pihak yang memiliki hubungan dekat dengan pengambil keputusan.
Desakan untuk Penyelidikan Transparan
Kasus ini menjadi perhatian aktivis antikorupsi yang mendesak aparat hukum segera turun tangan. “Ini bukan hanya soal uang, tapi juga soal kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan anggaran publik. Hukum harus tegas untuk mengembalikan integritas sistem,” ujar seorang aktivis antikorupsi.
Hingga berita ini diturunkan, oknum wartawan dan pihak-pihak terkait belum memberikan klarifikasi resmi. Pemerintah Kabupaten Dharmasraya didesak segera melakukan investigasi mendalam untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan Dana Pokir.
Ujian Integritas dan Penegakan Hukum
Kasus ini tidak hanya menguji integritas pengelolaan keuangan daerah, tetapi juga mencoreng wajah profesi jurnalis yang seharusnya menjadi pilar keadilan dan pengawasan publik. Akankah hukum mampu menegakkan keadilan, atau praktik korupsi ini akan kembali tenggelam? Waktu yang akan menjawab.(BsC)