JAKARTA, JAYA POS — Dugaan penyimpangan pengelolaan dana pendidikan kembali mencuat, kali ini menimpa SMKN 56 Jakarta Utara. Sekolah kejuruan negeri yang semestinya menjadi pusat peningkatan mutu pendidikan vokasi itu kini tengah menjadi sorotan publik, setelah muncul dugaan bahwa penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Penyelenggara (BOP) tahun anggaran 2025 tidak sesuai dengan perencanaan dalam sistem elektronik Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (e-RKAS).
Indikasi awal penyimpangan ini telah diberitakan oleh media Jaya Pos dan Japos.Co pada tanggal 28 Juni 2025. Menanggapi pemberitaan tersebut, tim wartawan Jaya Pos mencoba mengonfirmasi langsung ke pihak-pihak terkait guna mendapatkan kejelasan. Namun, akses informasi masih terbilang sulit. Saat mendatangi Kantor Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Utara, tim hanya mendapat keterangan singkat dari seorang staf bernama Mundji, yang menyatakan bahwa Kepala Suku Dinas Pendidikan, Ibu Rona Eveliner Sianipar, tengah mengikuti rapat dinas setelah upacara bendera pagi.
Profil Singkat Kasudin dan Perannya dalam Pengawasan
Ibu Rona Eveliner Sianipar dikenal sebagai pejabat yang aktif dalam mendorong berbagai program pendidikan di Jakarta Utara, termasuk inisiatif Guru Penggerak (PGP) yang menitikberatkan pada transformasi pembelajaran. Namun, kasus ini menjadi ujian serius bagi komitmennya dalam transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana pendidikan.
Dalam konteks pengawasan, Suku Dinas Pendidikan seharusnya menjadi garda terdepan dalam memastikan bahwa setiap rupiah dana BOS dan BOP digunakan sesuai aturan, transparan, dan berorientasi pada peningkatan mutu pembelajaran. Namun sejauh ini, belum ada keterangan resmi dari Ibu Rona terkait langkah-langkah yang telah atau akan diambil dalam menindaklanjuti dugaan ini.
Investigasi Awal Irbanko Jakarta Utara: Masih Tahap Pendalaman
Kepala Inspektorat Pembantu Kota (Irbanko) Jakarta Utara, Dannu Yudianto, ketika dikonfirmasi melalui aplikasi WhatsApp pada 1 Juli 2025, membenarkan bahwa pihaknya telah melakukan pemanggilan awal kepada sejumlah pihak terkait di SMKN 56. “Sudah melakukan pemanggilan kepada pihak terkait, masih kita dalami. Kemungkinan akan kita lakukan pemanggilan kembali kepada pihak lain hasil dari analisis kami, masih belum selesai, Pak,” ujar Dannu.
Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa proses investigasi masih berada dalam tahap awal dan belum mencapai kesimpulan. Namun demikian, lambannya respon dan minimnya keterbukaan informasi dari pihak dinas menimbulkan kekhawatiran tentang potensi upaya perlindungan terhadap pihak-pihak tertentu yang terlibat.
Kepala Sekolah SMKN 56 Diduga Jadi Aktor Kunci
Nama Kepala Sekolah SMKN 56, Ngadina, disebut-sebut sebagai sosok yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan dana BOS dan BOP di sekolah tersebut. Namun hingga kini, belum ada tanggapan atau klarifikasi langsung dari Ngadina atas dugaan yang telah mencuat di media massa.
Jika benar terbukti melakukan penyimpangan, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan vokasi di DKI Jakarta. Terlebih, dana BOS dan BOP merupakan instrumen vital untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar, membiayai operasional sekolah, hingga peningkatan kapasitas tenaga pendidik. Penyalahgunaan dana tersebut tak hanya merugikan negara, tetapi juga para siswa yang hak belajarnya terganggu.
Transparansi dan Akuntabilitas e-RKAS Dipertanyakan
e-RKAS merupakan sistem perencanaan dan pelaporan keuangan berbasis elektronik yang dibuat untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana pendidikan. Jika dugaan ini benar, maka muncul pertanyaan besar: sejauh mana efektivitas sistem e-RKAS dalam mendeteksi dan mencegah penyimpangan? Apakah ada celah dalam mekanisme verifikasi dan monitoring, ataukah justru ada praktik manipulasi data yang dilakukan secara sistematis?
Kejadian ini juga menggarisbawahi pentingnya peran serta masyarakat dan media dalam mengawasi pengelolaan dana publik, khususnya di sektor pendidikan. Jika tak ada tekanan dari publik, bukan tak mungkin praktik-praktik semacam ini terus berulang dan dibiarkan begitu saja.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta maupun Kepala Sekolah SMKN 56. Masyarakat dan para pemerhati pendidikan tentu menanti langkah konkret dari aparat pengawasan internal pemerintah (APIP), baik dari Inspektorat maupun Dinas Pendidikan, dalam mengusut tuntas dugaan ini.
Transparansi, penegakan aturan, dan sanksi tegas harus diberlakukan jika terbukti ada pelanggaran. Jika tidak, maka semangat reformasi birokrasi dan pendidikan yang selama ini digaungkan hanya akan menjadi slogan kosong. (Tim)

 
									










