BeritaHeadline

Perempuan Penjaga Bumi Toba: Kesetaraan Gender dalam Denyut Geologi dan Budaya

95
×

Perempuan Penjaga Bumi Toba: Kesetaraan Gender dalam Denyut Geologi dan Budaya

Sebarkan artikel ini
Dr.Wilmar Eliaser Simanjorang.

SAMOSIR, JAYA POS – Di balik keindahan megah Danau Toba yang membentang dari kawah raksasa Kaldera Toba, terdapat kisah tentang peran perempuan dalam menjaga bumi, budaya, dan masa depan. Toba Caldera UNESCO Global Geopark (TCUGGp), yang kini terus bergerak menuju kawasan geopark kelas dunia, tidak hanya menjadi kawasan geologis penting, tetapi juga menjadi ruang hidup masyarakat adat dan simbol harmoni antara manusia dan alam.

Komitmen penguatan TCUGGp kembali ditegaskan pada 30 Juli 2025 oleh Wali Kota Medan Bobby Nasution bersama para bupati di kawasan Danau Toba. Langkah ini merupakan lanjutan dari kesepakatan awal tahun 2013 antara Menteri Pariwisata dan Gubernur Sumatera Utara, menandai strategi besar membangun geopark yang inklusif, berkelanjutan, dan berbasis kearifan lokal.

Salah satu tonggak penting dari pengelolaan geopark berkelanjutan adalah kesetaraan gender – sebuah prinsip yang tidak hanya menjadi bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), tetapi juga menjadi denyut nadi pembangunan partisipatif di kawasan Toba.

Kesetaraan gender (SDGs 5) di TCUGGp bukan sekadar jargon, tapi diintegrasikan secara nyata dalam berbagai aspek, mulai dari konservasi, edukasi, hingga pengembangan ekonomi kreatif. Isu ini bersinggungan langsung dengan pengurangan kemiskinan (SDGs 1), pendidikan berkualitas (SDGs 4), pekerjaan layak (SDGs 8), hingga pelestarian ekosistem (SDGs 13 & 15).

Di lapangan, perempuan mengambil peran sebagai:

  • Pemandu geowisata lokal, yang menyampaikan narasi geologi dan budaya kepada wisatawan.
  • Penggerak ekonomi kreatif, melalui pelatihan tenun ulos dan ekoprint bermotif geosite yang dipasarkan sebagai suvenir geopark.
  • Pendidik komunitas, termasuk ibu-ibu dan remaja putri yang aktif dalam edukasi geowisata berbasis keluarga.
  • Pelestari lanskap hidup, termasuk keterlibatan dalam konservasi berbasis adat dan kearifan lokal.

Untuk memastikan keterlibatan nyata perempuan, BP TCUGGp menerapkan sejumlah strategi:

  • Kepemimpinan Inklusif: Menetapkan kuota minimal 30% keterwakilan perempuan dalam kelompok kerja dan tim teknis.
  • Pemberdayaan Ekonomi: Mengadakan pelatihan wirausaha bagi perempuan di sektor tenun, kuliner khas, hingga suvenir geopark.
  • Konservasi dan Edukasi: Mendorong perempuan sebagai pelaku utama konservasi budaya dan penyusun modul edukasi geologi di sekolah dasar.
  • Pemantauan Khusus Gender: Mengembangkan indikator kinerja terpisah untuk menilai dampak program terhadap perempuan.

Praktik baik dari luar negeri memperkuat strategi ini:

  • Langkawi UNESCO Global Geopark (Malaysia): Melalui pelatihan khusus, ibu rumah tangga diberdayakan menjadi pemandu hutan bakau dan gua kapur, yang meningkatkan pendapatan dan kepemimpinan perempuan dalam konservasi.
  • M’Goun Geopark (Maroko): Perempuan dilibatkan dalam pelestarian rumah tradisional dan dibentuk koperasi untuk produksi sabun alami, tenun, dan produk agroekologi.

TCUGGp menunjukkan bahwa geopark bukan hanya soal batuan purba dan lanskap megah, tapi juga tentang perempuan yang menjaga nilai, warisan, dan harapan. Kesetaraan gender menjadi kekuatan sosial yang memperluas partisipasi, memperdalam makna konservasi, dan memperkuat ekonomi lokal secara berkeadilan.

1.Rekomendasi Kebijakan Strategis:

2.Terapkan indikator gender dalam seluruh program BP TCUGGp.

3.Wajibkan minimal 30% keterwakilan perempuan di kelompok kerja dan posisi strategis.

4.Kembangkan pelatihan khusus untuk perempuan: dari akses modal, keterampilan digital hingga literasi konservasi.

5.Libatkan perempuan adat sebagai narasumber dan pemimpin lokal dalam pengambilan keputusan.

6.Bangun kemitraan lintas organisasi perempuan nasional dan internasional.

Dengan langkah nyata ini, Toba tidak hanya menjadi geopark kelas dunia, tetapi juga rumah bagi kesetaraan dan keadilan sosial.***

Oleh : Dr.Wilmar Eliaser Simanjorang, Dipl.Ec.,M.Si (Penulis adalah Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia/Penggiat Lingkungan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *