DHARMASRAYA, JAYA POS – Embung Koto Padang yang berlokasi di Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, kini menjadi sorotan publik akibat kondisi sedimentasi yang kian memprihatinkan. Sejak dibangun pada tahun anggaran 2018, embung tersebut terlihat tidak mendapatkan perawatan rutin hingga memasuki Oktober 2024. Semak belukar yang semakin tumbuh subur di sekitar embung, serta endapan yang menumpuk, telah menyebabkan embung ini tampak kumuh dan tak terurus.
Zulhakim, CF LE, Ketua Lembaga Pemantau Kebijakan Keadilan Pemerintah (LP.KPK) Komda Sumbar, mengungkapkan kekecewaannya terhadap pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera V yang terkesan tidak kooperatif dalam melakukan perawatan embung. “Ini mengundang pertanyaan besar tentang ada atau tidaknya anggaran perawatan rutin embung. Kondisinya yang sekarang sangat jauh dari harapan,” ujar Zulhakim.
Dampak Lingkungan dan Ketidaknyamanan Publik
Menurut laporan dari masyarakat setempat, embung yang seharusnya berfungsi sebagai pengendali air kini menjadi sarang masalah lingkungan. Sedimentasi yang menumpuk, ditambah dengan tumbuhnya semak-semak liar, menimbulkan kesan kumuh. Bahkan, bau tak sedap mulai tercium dari embung tersebut, akibat pengendapan yang tidak pernah dikelola dengan baik.
Meskipun ada upaya untuk mendapatkan konfirmasi dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) OP SDA BWS V, Ihsan, hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan sulit ditemui di kantornya. Awak media juga tidak berhasil menghubungi PPK melalui telepon. Ketika mendatangi kantor OP SDA Balai Wilayah V Sumatera Barat di Dharmasraya pada Rabu, 18 September 2024, staf yang ada di lokasi menjelaskan bahwa Ihsan jarang berada di Dharmasraya karena tugasnya mencakup tiga kabupaten lain, yakni Pesisir Selatan, Sijunjung, dan Solok Selatan.
Salah seorang anggota workshop, Hen, menyebutkan bahwa PPK hanya hadir beberapa kali dalam sebulan, dan mereka sering menangani masalah irigasi terkait bencana tanpa arahan langsung dari PPK karena minimnya akses komunikasi. “Kami sering langsung bekerja tanpa instruksi, karena memang tidak punya kontak langsung dengan PPK,” ujar Hen.
Sementara itu, staf OP SDA lainnya, Rina, menambahkan bahwa perawatan embung memang ada, namun terbatas pada perambahan area, tanpa menyentuh masalah sedimentasi. Ketika ditanya lebih lanjut mengenai saluran yang terputus, Rina tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai karena minimnya informasi dari PPK.
Tindakan Nyata Dinanti
Kondisi Embung Koto Padang yang terabaikan kini menjadi perhatian publik yang mendesak adanya tindakan tegas dari pihak berwenang. Publik berharap agar perawatan embung ini segera diperbaiki untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan mengembalikan fungsinya sebagai pengendali air yang vital bagi masyarakat sekitar. Ketidakjelasan terkait anggaran dan kurangnya komunikasi antara pejabat terkait hanya memperparah situasi ini.
Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah nyata dalam waktu dekat untuk menyelamatkan embung ini sebelum kondisinya semakin memburuk. Keberadaan embung yang terawat sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan meminimalisir dampak lingkungan bagi masyarakat sekitar.(BsC)