SOLOK SELATAN, JAYA POS – Sudah hampir satu dekade Gedung Nasional Muaralabuh—yang disebut-sebut sebagai aset milik kaum adat Alam Surambi Sungai Pagu—terbengkalai bak bangunan mati suri. Meski tampak megah dari luar, bangunan bersejarah ini kini tak berfungsi dan tidak terurus. Kondisi ini memicu pertanyaan besar di tengah masyarakat. (Muaralabuh, Kamis 3 April 2025)
Gedung yang memiliki nilai historis tinggi ini diketahui telah ada sejak akhir abad ke-19, tepatnya pada tahun 1880-an. Keberadaannya mencerminkan kekuatan budaya dan sejarah di kawasan Sungai Pagu, yang kini telah berkembang menjadi beberapa kecamatan sejak pemekaran Kabupaten Solok Selatan dari Kabupaten Solok pada tahun 2004 silam.
Seiring berjalannya waktu dan pergantian kepemimpinan daerah, mulai dari Bupati pertama Syafrizal dan Wakilnya Nurnisman Wansyah (Anca) periode 2005–2010, berbagai upaya sempat dilakukan untuk merevitalisasi bangunan ini. Pemerintah daerah kala itu bahkan memberikan bantuan bertahap guna memperbaiki dan mempertahankan keaslian bentuk bangunan yang juga memiliki nilai cagar budaya tinggi bagi masyarakat setempat.
Sayangnya, hingga kini, status kepemilikan gedung tersebut masih simpang siur. Tidak adanya kejelasan membuat bangunan tersebut tak difungsikan secara optimal, bahkan terlihat terbengkalai tanpa arah—ibarat anak ayam kehilangan induk.
Di tempat terpisah, Iswandi, salah satu tokoh penting dalam proses pemekaran Kabupaten Solok Selatan, menegaskan bahwa pemerintah daerah harus segera memperjelas status Gedung Nasional tersebut.
“Gedung ini harus dikembalikan kepada pemilik aslinya, yaitu Pemangku Adat Nagari Alam Surambi Sungai Pagu. Pemerintah daerah wajib bersikap transparan dan tegas. Jangan biarkan masyarakat terus bertanya-tanya. Pemimpin itu ada untuk membuat keputusan, bukan membiarkan keresahan menggantung,” ujar Iswandi.
Untuk menggali informasi lebih dalam, media ini mencoba menghubungi Kepala Bidang Aset dan Pendapatan Daerah, Alfiandri Datuak Mangku Bumi—akrab disapa Pak Al. Ia sempat menjanjikan klarifikasi dalam waktu satu jam. Namun hingga berita ini diterbitkan, upaya untuk menghubunginya belum membuahkan hasil. Nomor yang bersangkutan tak kunjung aktif.
Ketiadaan jawaban dari pihak berwenang membuat status Gedung Nasional Muaralabuh tetap menjadi teka-teki. Akankah bangunan yang menjadi simbol kejayaan masa lalu itu kembali hidup, atau terus menjadi monumen bisu yang ditinggalkan zaman? (EA)