SOLOK SELATAN, , JAYA POS — Langit di kawasan Pekonina, Pauah Duo, Muaralabuh, Solok Selatan tampak “memerah” pada Sabtu, 5 Juli 2025. Ribuan massa yang mengatasnamakan Masyarakat Adat Bano Ampek Suku turun ke jalan, menggelar aksi demonstrasi besar-besaran menuntut kejelasan dari PT Supreme Energy Muara Laboh (SEML), perusahaan yang bergerak di sektor energi panas bumi.
Suasana memanas sejak pagi, seiring dengan gelombang massa yang memadati kawasan sekitar perusahaan. Aksi ini menyedot perhatian masyarakat luas, namun hingga kini belum diketahui secara pasti siapa tokoh utama penggerak aksi tersebut. Dalam spanduk dan atribut aksi yang beredar, terlihat logo organisasi masyarakat adat dengan nama Bano Ampek Suku.
JAYA POS menerima kiriman foto spanduk tuntutan dari Alwis, wartawan Rakyat Terkini, yang menyatakan informasi tersebut ia dapatkan dari warga Pekonina, lokasi berdirinya perusahaan. Dalam spanduk tersebut, terdapat beberapa poin tuntutan masyarakat terhadap PT SEML, antara lain:
Mempermudah akses kerja bagi masyarakat lokal sesuai dengan kualifikasi.
Meminta PT SEML dan mitra pelaksana (IKPT) untuk meningkatkan transparansi dalam operasional perusahaan.
Memberi ruang kepada perusahaan lokal untuk turut berkontribusi tanpa dipersulit dengan beragam syarat dan regulasi.
Aksi ini direncanakan berlangsung secara damai, dengan titik kumpul di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Muaralabuh pada 7 Juli 2025 mendatang.
Terpisah dari keramaian, wartawan JAYA POS mewawancarai salah satu tokoh penting Solok Selatan, Irwandi SB — tokoh pejuang pemekaran kabupaten dan mantan anggota DPRD Solok periode 1999–2004.
Menanggapi aksi yang mengatasnamakan masyarakat adat, Irwandi mengkritik keras langkah tersebut. “Sok-sokan mengatasnamakan Masyarakat Adat, apalagi membawa nama besar Bano Ampek Suku. Itu seolah-olah mewakili seluruh masyarakat Alam Surambi Sungai Pagu, baik yang di kampung maupun di perantauan. Padahal sebagian besar masyarakat bahkan tidak tahu menahu soal aksi ini,” tegasnya.
Namun demikian, Irwandi juga mengingatkan semua pihak untuk tetap menjaga ketertiban. “Demo adalah hak warga negara. Tapi harus sesuai aturan dan dilaksanakan secara damai, bukan radikal,” imbaunya.
Irwandi juga menyampaikan kritik tajam kepada pihak perusahaan. Ia menilai PT SEML perlu lebih terbuka dan tidak melupakan komitmen-komitmen awal kepada masyarakat lokal.
“Dulu waktu butuh izin dan dukungan, mereka datang mengemis ke tokoh-tokoh adat. Sekarang setelah untung besar, mereka berubah — sombong, angkuh, dan lupa janji. Royalti tahap II belum jelas, kontribusi sosial juga tidak transparan,” ungkapnya.
Ia menekankan bahwa PT SEML wajib mengutamakan dua prinsip: mempermudah dan mengutamakan masyarakat lokal. “Jangan abaikan perusahaan lokal dan masyarakat sekitar. Tingkatkan transparansi, libatkan semua unsur masyarakat, dan jangan hanya mementingkan keuntungan,” tutup Irwandi. (EA)