BeritaHeadlineHukum & Kriminal

Proyek Jalan Rp795 Juta di Simalungun Retak Sebelum Rampung, Diduga Sarat Penyimpangan

18
×

Proyek Jalan Rp795 Juta di Simalungun Retak Sebelum Rampung, Diduga Sarat Penyimpangan

Sebarkan artikel ini
Kondisi jalan rabat beton yang sudah retak.

SIMALUNGUN, JAYA POS — Ironis dan memalukan. Proyek rekonstruksi jalan Simbou–Raya Humala, yang terletak di Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, justru menampilkan kerusakan serius meski belum sepenuhnya rampung. Proyek dengan panjang 393 meter dan lebar 4 meter itu telah menunjukkan retakan di sejumlah titik, memunculkan kekecewaan dan kemarahan publik, serta memunculkan dugaan kuat adanya penyimpangan dalam pelaksanaan.

Padahal, proyek ini menelan anggaran tidak sedikit—mencapai hampir Rp800 juta atau tepatnya Rp795.619.792,13—yang berasal dari Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2025. Proyek yang seharusnya menjadi solusi terhadap buruknya infrastruktur jalan di daerah tersebut kini malah memunculkan masalah baru.

Lebih memperparah keadaan, papan proyek yang terpasang di lokasi tidak mencantumkan informasi penting seperti ketebalan beton yang digunakan. Hal ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip transparansi publik dalam pengadaan barang dan jasa. Informasi teknis seperti itu semestinya wajib dipublikasikan sebagai bagian dari akuntabilitas kepada masyarakat.

Warga Kecewa, Anggap Ada Dugaan Penyimpangan

Saragih, salah satu warga yang tinggal tak jauh dari lokasi proyek, menyatakan kekesalannya secara terbuka kepada media.

“Ini sangat keterlaluan. Uang rakyat ratusan juta rupiah digunakan, tapi hasilnya baru dicor sudah retak. Papan proyek pun tidak jelas, volume beton tidak dicantumkan. Ini bukan sekadar kelalaian teknis, tapi sudah masuk kategori dugaan penyimpangan. Kami merasa masyarakat sedang dipermainkan,” tegas Saragih, Rabu, 08 Oktober 2025.

Kritik tajam tersebut bukan tanpa alasan. Keretakan dini pada proyek infrastruktur umumnya mengindikasikan adanya penggunaan material berkualitas rendah, proses pengerjaan yang tidak sesuai standar operasional, atau bahkan praktik pengurangan spesifikasi secara disengaja demi keuntungan pribadi.

ICW Sumut Desak Investigasi Independen dan Tindakan Tegas

Menanggapi situasi ini, Direktur Eksekutif Indonesian Corruption Watch (ICW) Sumatera Utara, Ir. R. Limbong, MT, menyatakan bahwa pihaknya tidak tinggal diam dan akan segera mengirim surat resmi kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Simalungun.

“Kami akan meminta klarifikasi dari dinas terkait. Jika perlu, kami akan mendorong Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) untuk turun tangan melakukan penyelidikan. Indikasi kerugian negara dan dugaan pelanggaran prosedur dalam proyek ini tidak bisa dianggap enteng,” tegas Limbong.

Ia menambahkan, pembiaran terhadap praktik semacam ini hanya akan memperkuat budaya korupsi di tingkat daerah yang kerap luput dari pengawasan ketat.

Dinas PUTR Simalungun Bungkam, Tambah Kecurigaan Publik

Upaya media untuk memperoleh klarifikasi dari Dinas PUTR Kabupaten Simalungun menemui jalan buntu. Tidak ada satu pun pejabat yang bersedia memberikan penjelasan, baik secara tertulis maupun lisan. Sikap diam dan tertutup ini justru memperkuat persepsi publik bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dalam pelaksanaan proyek tersebut.

Ketertutupan semacam ini bukan hanya mencederai prinsip keterbukaan informasi publik, tetapi juga menciptakan ruang subur bagi praktik kecurangan dalam penggunaan anggaran negara.

Jika dibiarkan, kasus proyek jalan Simbou–Raya Humala yang retak sebelum rampung ini berpotensi menjadi preseden buruk dalam pengelolaan anggaran pembangunan di tingkat daerah. Jalan yang semestinya menjadi urat nadi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat kini justru berubah menjadi simbol bobroknya sistem pengawasan dan pelaksanaan proyek di Simalungun.

Retakan dini pada infrastruktur yang baru dibangun bukan hanya masalah teknis. Ini adalah cerminan dari sistem yang lemah dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan terutama pengawasan. Masyarakat kini menuntut pertanggungjawaban yang jelas, bukan hanya dari kontraktor pelaksana, tetapi juga dari pemerintah daerah sebagai penanggung jawab akhir.

Masyarakat mendesak agar aparat penegak hukum segera bertindak melakukan audit teknis maupun audit anggaran terhadap proyek ini. Jika ditemukan pelanggaran, mereka meminta agar pelaku dijerat sesuai hukum yang berlaku, termasuk penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

“Kalau kejadian seperti ini terus dibiarkan, kami pesimis dengan masa depan pembangunan di daerah ini. Percuma ada dana besar kalau ujung-ujungnya dikorupsi. Jangan sampai jalan ini berubah jadi bukti kelalaian dan kebobrokan birokrasi,” ujar salah satu tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.

Kasus proyek jalan Simbou–Raya Humala bukan sekadar soal jalan yang retak. Ini adalah gambaran utuh dari masalah serius dalam tata kelola pembangunan daerah: lemahnya transparansi, minimnya pengawasan, dan sikap tidak responsif dari instansi terkait. Semua elemen tersebut membentuk kombinasi berbahaya yang berpotensi merugikan masyarakat dan negara dalam jangka panjang.

Masyarakat kini menunggu, apakah pihak terkait akan bertindak tegas dan bertanggung jawab—atau justru kembali bungkam hingga kasus ini hilang ditelan waktu.

(Laporan: J.E. Saragih | JAYA POS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *