SOLOK SELATAN, JAYA POS – Kegiatan Senam Car Free Day (CFD) yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, khususnya bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN), menuai sorotan dari masyarakat. Kegiatan yang berlangsung setiap akhir pekan ini dinilai menyulitkan, terutama bagi keluarga ASN yang tinggal jauh dari pusat kecamatan.
Pada Selasa, 29 Juli 2025, pelaksanaan CFD kembali digelar. Seluruh ASN – baik pegawai struktural maupun fungsional, termasuk guru – diwajibkan hadir dan melakukan absen, meskipun diperbolehkan mengikuti kegiatan di kecamatan terdekat. Namun, “kecamatan terdekat” bukan berarti lokasi yang mudah dijangkau, terutama di wilayah seperti Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh (KPGD) yang berbatasan langsung dengan Nagari Ulu Suliti, daerah terpencil dengan jarak tempuh sekitar 30 km dari kantor kecamatan.
Seorang wartawan Jaya Pos sempat berbincang dengan salah satu suami guru SDN yang duduk bersama keluarganya di pinggiran bangunan Gubah, Pura – bangunan CSR dari PT SEML yang kini menjadi tempat wisata warga. Keluarga tersebut tampak hendak menempuh perjalanan jauh untuk mengikuti CFD di Pakan Rabaa.
“Saya kepala keluarga, istri saya guru. Anak tiga, masih kecil-kecil. Hari Minggu seharusnya waktu kami bersama, untuk urus rumah, ternak, dan istirahat. Tapi sekarang, kami harus antar istri senam ke kecamatan,” ujar sang suami dengan wajah murung, yang meminta namanya tidak dipublikasikan. “Kami petani, hanya bisa ikut aturan. Kalau tidak hadir, katanya bisa dikenai sanksi, bahkan dipindahkan,” lanjutnya.
Kritik serupa juga disampaikan oleh tokoh pemekaran SP saat berbincang di sebuah warung bersama warga. Ia menilai bahwa kegiatan senam mingguan ini memang baik untuk kesehatan fisik, namun berdampak negatif pada “kesehatan kantong” para ASN, terutama guru dan pegawai yang harus keluar biaya transportasi dan membawa keluarga mereka setiap akhir pekan.
“Harusnya kegiatan seperti ini cukup dilakukan di kantor masing-masing. Kalau pun ada pelayanan tambahan seperti dari Dinas Pendidikan atau Dukcapil, cukup libatkan petugas dari jorong atau desa sebagai perpanjangan tangan. Tidak perlu memusatkan semua di kabupaten. Bukannya efisien, malah membebani,” tegas SP.
Ia juga mengingatkan agar kebijakan satu pintu tidak menjadikan masyarakat kesulitan mengakses pelayanan. Kantor-kantor pelayanan, menurutnya, semestinya hadir di setiap kecamatan agar masyarakat tak harus jauh-jauh datang ke pusat kabupaten.
Sorotan terhadap kegiatan CFD ini menunjukkan pentingnya evaluasi dalam kebijakan yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat. Semangat hidup sehat memang penting, namun semestinya tidak mengorbankan keseimbangan hidup keluarga dan ekonomi rumah tangga. (EA)